Cerpen Heru Patria: MEMETIK BINTANG DI LANGIT SIANG

- 8 Juni 2024, 08:00 WIB
ilustrasi cerpen
ilustrasi cerpen /

“Sebenarnya bagaimana mulanya Sri, kok Iwan mendadak bisa seperti ini?” tanyaku saat kami sudah duduk.

Sambil menyusut air mata, istriku menjawab.

“Entahlah Mas, aku sendiri juga tidak tahu. Sebelumnya Iwan juga tak menunjukkan gejala apa-apa. Sepanjang hari ia tetap riang seperti biasanya. Tapi tadi waktu melihat tivi sama adiknya, tiba-tiba Iwan lemas dan jatuh pingsan. Makanya aku cepat-cepat minta tolong sama Pak RT untuk membawa Iwan ke sini. Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata Iwan kena usus buntu dan harus dioperasi. Terus ini bagaimana, Mas?” Tangisan istriku pecah kembali.

“Bagaimana apanya, Sri?” Sengaja aku pancing keluar kegelisahannya agar beban di hatinya bias berkurang.

“Biayanya, Mas. Biaya operasinya ….”

“Jangan pikirkan dulu soal itu. Doakan saja dulu semoga operasinya berjalan lancar. Itu lebih penting, Sri.”

Istriku mengangguk pelan. Sengaja aku belum menceritakan perihal iuran kesehatan yang sampai hari ini masih aku rahasiakan. Bukan apa-apa. Aku hanya ingin menyadarkan istri bahwa lebih baik sedia payung sebelum hujan daripada mencari payung setelah kebasahan. Bukankah sakit itu datangnya tak dapat diduga? 

Seperti halnya rejeki, mati, dan jodoh walaupun sebagian besar penyakit menimpa akibat pola makan dan pola hidup yang salah, tapi tiada seorang pun yang bisa memperkirakan datangnya sakit yang akan mendera.

Padahal kesehatan adalah impian setiap orang. Namun dalam perjalanan hidup untuk menjemput impian sehat itu, orang lebih sering lalai. Bahkan teledor dan enggan akibat tergoda kenikmatan duniawi.

Sri masih sesenggukan seraya menyandarkan kepala di bahuku. Aku hanya bisa terdiam. Menatap ruang operasi sambil menata perasaan.

Halaman:

Editor: Isbedy Stiawan ZS


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah