Cerpen Polanco S. Achri: Sebuah Cerita tentang Terang Nyala Lilin

- 4 Mei 2024, 12:05 WIB
ilustrsi
ilustrsi /tim cerpen pesawaran inside/

Setelah suatu pengajaran, sang guru berkata pada sekalian murid di asrama, agar menemuinya di ruang aula secara bergantian pada tiap malam selepas jangkrik-jangkrik berhenti berbunyi; menghadapnya seorang diri sambil membawa sebatang lilin. Mendengar hal yang demikian, sekalian murid pun segera sadar, bahwa itu adalah sebuah ujian bagi kurun pembelajaran mereka; maka, dengan lekas, dengan segera bergegas, dan tetap menjaga sopan santun, sekalian murid mengiyakan. 

Pada tiap-tiap giliran, yang telah ditentukan dengan kesepakatan bersama, masuklah seorang murid dengan menggenapi perintah daripada sang guru. Setelah mengetuk pintu aula dengan perlahan, lantas memohon izin untuk masuk, dan mendapati balasan untuk dipersilakan masuk oleh sang guru, maka masuklah murid yang mendapat giliran itu malam. Sang guru duduk tenang bersila di tengah-tengah aula; dan tepat di depannya, ada sebatang lilin yang berdiri dan terang menyala; dan dengan berjalan pelan-perlahan, tersebab gelap ruangan, dan juga tersebab rasa hormat serta kesopanan, sang murid pun mendekat.

Sang guru mempersilakan duduk; dan selepasnya, hanya ada hening, hanya ada sunyi yang teramat bening. Dan betapa hening pun jadi begitu nyaring! Dan sang murid yang mendapat giliran itu malam, yang telah lama menerima pengajaran, memantapkan diri untuk diam dan tenang—menanti dan berupaya memahami apa yang hendak disampaikan oleh sang guru. Maka, ketika lilin yang sebuah itu mulai kecil dan hendak habis, berkatalah sang guru; bertanyalah sang guru kepada murid yang mendapat giliran itu malam dengan suara pelan dan mendalam:

Anakku, apakah kau mau menjadi terang nyala lilin?

Murid yang mendapat giliran itu malam pun berkata dengan sopan:

Tidak, Gurunda, jawab sang murid yang mendapat giliran itu malam.

Mengapa, Anakku? tanya sang guru.

Sebab lilin menerangi, tetapi menghancurkan diri sendiri.

Sang guru mengangguk-anggukkan kepalanya, menganggukkan dengan lembut-pelan berwibawa; lantas berkatalah sang guru kepada murid yang mendapat giliran itu malam untuk menyerahkan sebatang lilin yang dibawa, dan berpesan agar sang murid lekas beristirahat supaya pada pengajaran esok pagi tidak terlampau kelelahan. Murid yang mendapat giliran itu malam pun segera memberikan lilinnya kepada sang guru dan pamit keluar ruangan dengan begitu hormat dan sopan, dengan begitu pelan dan perlahan, tersebab pula jalan masihlah gelap kelihatan.

Halaman:

Editor: Isbedy Stiawan ZS


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah