Cerpen Dian Chandra: TIGEL

- 18 Mei 2024, 08:00 WIB
ilustrasi cerpen Tigel Dian Chandra
ilustrasi cerpen Tigel Dian Chandra /tim pesawaran/

TIGEL

Cerpen Dian Chandra

Keheningan di sebalik kepala perempuan muda itu. Padahal beberapa saat yang lalu ada keramaian di sana, membikin ia tertawa-tawa sendiri dalam lebatnya rimba. Sendirian saja, ia telusuri tanah leuhurnya, demi sekerat rindu kepunyaan lelaki idamannya.

“Tarian ini sangatlah bertuah. Kau akan celaka bila niatmu busuk!” ujar seorang tua renta, entah perempuan, entah laki-laki. Sungguh, ia menyembunyikan identitasnya dalam naungan kerudung yang menutupi wajah dan tubuhnya, hingga tersisa sepasang mata dan sepasang tangan keriput saja. Sedang perempuan muda itu begitu tak peduli. Keinginannya hanyalah mendapatkan Deka. Begitulah kira-kira percakapan di kepala perempuan muda itu, beberapa waktu yang lalu.

Kini, ia masih diam saja. Padahal tarian mistis itu telah ia kuasai dengan cepat dan teramat lentik. Angin rimba mulai mengelus-elus pipi dan mengacak-acak rambutnya. Binatang-binatang turut serta hendak mengacaukan keheningan yang susah payah ia raih. Termasuk seekor beruk yang mendadak menjambak rambutnya dan lipan yang bermukim di sela-sela kakinya. Ia sungguh-sungguh tak peduli. Keheningan merayapi dirinya, lekat-lekat.

*

Di bawah cahaya bulan, lelaki muda itu terduduk tak berdaya. Kedua tangannya terikat, begitu pula dengan kedua kakinya. Ia sungguh-sungguh tak memiliki kekuatan lagi untuk bangkit. Sementara angin malam kian gigil saja. Suara-suara binatang hutan kian menjadi-jadi. Di hadapannya telah lama berdiri seorang perempuan muda yang menatapnya dengan paling birahi. Dengan tatapan memohon, lelaki muda itu hendak meloloskan diri. Namun, perempuan muda itu sungguh kukuh dengan kehendaknya. Ia justru membetulkan kain panjang yang sedari tadi telah jatuh ke bahunya. Dengan kain panjang ia tutupi sebagian wajahnya, sebagian lainnya membentuk sayap kupu-kupu.

Perlahan, usai komat-kamit membaca mantra tua, ia mulai menggerakkan tubuhnya. Sendirian saja ia menari dengan tekun. Lenggokan pinggulnya bagai kepunyaan orang-orang terdahulu, yang menari usai merompak. Sesekali ia menyunggingkan senyum, sesekali pula wajahnya berubah tegas. Ia telah terasuki.

Lelaki muda itu tahu betul bahwa tarian itu bukan sembarangan tarian. Meski matanya terpaksa melihat gerakan yang disajikan oleh perempuan muda, di dalam kepalanya ia mati-matian mencegah pikirannya agar tak kemana-mana. Ia betul-betul hendak setia kepada istri di rumah.

Tatapan jalang perempuan muda itu kian mengganas. Ia akan pastikan lelaki di hadapannya menjadi miliknya, satu-satunya. Ia pun mengebutkan gerakannya. Hingga memanggil angin malam untuk turut nimbrung bersamanya. Akibatnya, daun-daun berguguran dan melayang ke mana-mana. Dengan ribut, angin menampar-nampar rambut dan wajah lelaki muda. Membikin kacau pikirannya dan berhasil membuat perempuan muda menyunggingkan kembali senyumnya.

Tak lama kemudian, angin mendadak berhenti. Lalu muncullah perempuan muda lainnya dengan kerudung menutupi kepalanya, disertai pula dengan lelaki paruh baya, lengkap dengan beberapa warga lainnya.

Halaman:

Editor: Isbedy Stiawan ZS


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah