Cerpen Mochamad Bayu Ari Sasmita: YANG MASIH BISA KAMI LAKUKAN UNTUK MAYAT INI

- 6 April 2024, 08:00 WIB
iluatrasi cerpen
iluatrasi cerpen /dok

YANG MASIH BISA KAMI LAKUKAN UNTUK MAYAT INI

Cerpen Mochamad Bayu Ari Sasmita

 

Jim tidak ingin menangis. Lelaki tidak boleh menangis. Itu kepercayaan yang sudah ada sejak lama dan tidak pernah benar-benar ditinggalkan oleh para lelaki. Dia ingin membantuku dan Don menggali kuburan untuk kakeknya. Sekarang, di Bumi yang sudah ditinggalkan lebih separuh penduduknya, kami akhirnya bisa menggali kuburan lagi setelah orang-orang yang mati sebelumnya dibawa ke sebuah rumah pengalengan. Ini informasi rahasia: mayat-mayat itu diolah kembali menjadi sebuah makanan ringan beraneka macam dan dijual murah kepada rakyat miskin. Don mungkin tahu hal ini mengingat rekam jejaknya di mafia. Hanya Jim yang tidak tahu. Mungkin lebih baik kami membiarkannya tetap tidak tahu seperti sekarang. Dia dan kakeknya sering mengonsumsi makanan semacam itu.

Tanah yang kami gali tidak terlalu keras, lokasinya di pinggiran kota. Kami mengangkut mayat kakek Jim dengan mobil jip milik Don. Pria tua itu yang mengemudi. Bahkan jika aku ahli dalam urusan mesin, Don tidak akan menyerahkan kemudi kepadaku. Dia memiliki ketidakpercayaan kepadaku dalam beberapa hal, tapi itu tidak pernah sampai menghancurkan hubungan persahabatan kami. Don juga memasukkan dua buah cangkul yang tampak usang, tapi masih cukup terawat.

Aku duduk di samping Don sementara Jim menemani jenazah kakeknya di jok belakang. Dia tidak banyak omong, berbeda dari biasanya. Kematian orang terdekat tampaknya dapat mengubah seseorang yang sebelumnya banyak bicara menjadi pendiam.

Jalanan lengang. Setelah lebih dari separuh penduduk bumi bermigrasi ke koloni-koloni yang mengambang di ruang angkasa, Bumi terasa lebih longgar. Meskipun hal ini tidak berarti bahwa udara akan segera segar kembali, tapi setidaknya orang tidak perlu berdesak-desakan lagi, tidak perlu mencium bau keringat orang lain lagi, dan, tentunya, orang akhirnya memiliki lebih banyak ruang untuk sendiri, untuk sebuah privasi yang begitu mahal sampai beberapa bulan lalu.

Selain lengang, jalanan juga berdebu, seperti biasa juga. Menemukan jalanan tak berdebu di abad kedua puluh sembilan hampir mustahil. Ini seperti halnya mencari oasis di tengah padang pasir sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang di abad-abad sebelumnya. Meski kap dipasang, kami tetap membutuhkan masker dan kacamata. Tersedak oleh debu jalanan bukanlah suatu hal yang menyenangkan. Mengingat persediaan air bersih semakin langka membuat hal semacam itu semakin menyebalkan.

***

Halaman:

Editor: Isbedy Stiawan ZS


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah