NYANYIAN DARI PESANTREN
Cerpen Fitri Angraini
Aku tidak tahu hal apa yang mendasari Ibu dan Bapakku mempercayai untuk menitipkan aku di pondok pesantren. Tempat yang bagiku layaknya neraka dunia ini.
Waktu menunjukkan pukul 04.00. Sirine di lantai 3 berbunyi saatnya santri harus bangun untuk bersiap qiyamul lail dan sholat subuh.
Semua santri harus sigap dan bergegas, jika tidak maka akan mendapatkan hukuman yang telah menjadi ketentuan pondok pesantren.
Akupun bergegas beranjak dari tempat tidurku. Dinginnya air menusuk tulang belulangku. Membayangkan ketika masih berada di rumahku, Bapak dengan penuh kelembutan akan mengelus rambut seraya berkata “Tuan Putriku segera bangun, sholat sayang.”
Fira cepetan, lama amat di kamar mandinya… suara Sari menyadarkan lamunanku.
Sudah tiga hari aku tidak menyantap makanan yang dihidangkan oleh pondok. Untuk makan saja seperti halnya menegak obat terasa pahit.
Melihat teman-teman angkatan aku yang antre mengambil makan sesekali bersenda gurau, dalam hati aku bergumam: “apa mereka tidak sedih ya? Tidak seperti aku yang merasakan sehari 24 jam seperti setahun.”