Taman Menteng, Hutan Belantara yang Jadi Oase Jakarta

26 Mei 2024, 03:40 WIB
/

PESAWARAN INSIDE- Kesan nyaman langsung terasa ketika berada di taman yang menjadi oase Jakarta ini. Udara sejuk Taman Menteng yang mengalir lembut diantara gemerisik daun pepohonan mampu meredam kepenatan sekaligus bisingnya lalu lintas ibukota yang padat.

Tak hanya akhir pekan, di hari biasa Taman Menteng selalu mudah menemukan warga ibukota yang memanfaatkan ruang terbuka hijau ini sekedar untuk berolahraga kecil, bercengkerama, melepas penat dibawah teduhnya pepohonan atau menumpang kencangnya akses wifi di taman ini. .

Di tengah taman sebuah kolam berbentuk bulat yang dikelilingi dengan bangku taman cantik justru terkesan kalah pamor dengan keberadaan dua rumah kaca yang saling berhadapan dengan bentuk ikonik sekaligus estetis.

Dua rumah kaca yang kerap dijadikan sebagai ajang pameran lukisan maupun karya fotografi ini, dianggap menjadi ruh dari keseluruhan taman. Bentuknya yang futuristik dengan dinding kaca transparan kerap menghiasi beranda media sosial, tak sedikit pula pasangan yang menjadikan rumah kaca ini sebagai lokasi foto pre wedding.

Taman Menteng dulu tak bisa dilepaskan dari kawasan Menteng secara keseluruhan. Sejak zaman penjajahan Belanda, kawasan Menteng yang ada di Kota Jakarta Pusat memang sudah dikonsentrasikan sebagai pusat hunian para ekspatriat asal Belanda mulai dari pejabat pemerintahan hingga pengusaha dan Taman Menteng adalah salah satu areanya.

Pada awalnya penamaan Menteng ini pula merujuk pada keberadaan pohon penghijauan bernama Menteng (Beccaurea Racemosa) yang tumbuh subur di wilayah ini yang masih berupa hutan belantara pada periode tahun 1700 akhir.

Kemudian pada tahun 1810, kawasan yang menjadi bagian dari Batavia ini dibuka termasuk mengkonsentrasikannya sebagai pusat hunian modern karena dukungan sarana mulai dari suplai air, udara yang sejuk dan kontur lahannya yang ideal untuk permukiman.

Perlahan tapi pasti, kawasan ini semakin berkembang, bahkan pada tahun 1912, Gubernur Jenderal Daendels menetapkan Menteng sebagai kawasan perumahan untuk para pegawai pemerintah Hindia Belanda.

Kawasan Menteng bergerak secara dinamis dalam hal tata ruang termasuk penambahan infrastruktur tertentu seperti jalan maupun taman-taman baru hingga benar-benar baku setelah terakhir dimodifikasi lansekapnya oleh arsitek FJ Kubatz pada tahun 1920.

Akan halnya dengan kawasan Taman Menteng yang ada saat ini, dulunya adalah tempat berolahraga bagi para sosialita Belanda. Tempat seluas lebih dari tiga hektar ini pernah begitu populer sebagai tempat berbagai pelaksanaan lomba termasuk pacuan kuda pada tahun 1921.

Sampai masa penjajahan selesai, Taman Menteng kemudian dialihkan sebagai stadion bagi klub sepakbola legendaris Jakarta, Persija pada tahun 1960, hal ini karena Persija membutuhkan lapangan yang refresentatif untuk latihan maupun untuk penyelenggaraan laga.

Sebagai penguat status peralihan lahan menjadi stadion itu, pada tahun 1975, Gubernur Jakarta menetapkan kawasan cagar budaya itu sebagai stadion utama Persija, beberapa menyebutnya sebagai Stadion Menteng.

Titik tolak Taman Menteng sebagai ruang terbuka hijau memang mulai dilakukan pada tahun 2007, alih fungsi dari stadion menjadi taman termasuk sebagai kawasan reservoir atau resapan untuk menekan kemungkinan dampak banjir yang meluas di Jakarta.

Disisi lain, kualitas udara di Jakarta yang kala itu mulai mengarah pada maraknya polusi udara dari asal kendaraan membutuhkan taman atau ruang hijau yang memiliki fungsi beragam, dan itulah yang kemudian diwujudkan dalam pengembangan Stadion Menteng menjadi Taman Menteng sebagai paru-paru ibukota.

Banyak perubahan signifikan yang terjadi di Taman Menteng tak hanya dalam perbaikan kualitas tapi juga penambahan fungsi-fungsi ekologi pada taman serta menjadikannya sebagai area publik yang ramah.

Berada di atas lahan seluas 29 ribu meter persegi, Taman Menteng sepenuhnya dijadikan sebagai kawasan hijau dengan beragam koleksi tanaman penghijauan yang efektif untuk menyaring kualitas udara yang baik dari karbondioksida seperti pohon Damar, Trembesi, Biola, Kecrutan termasuk pohon Menteng itu sendiri.

Selain pohon Damar, Trembesi, Biola, Kecrutan dan pohon Menteng terdapat sebanyak 502 jenis pohon pelindung yang dibudidayakan di taman ini, ditambah 30 jenis tanaman hias dengan total koleksi tanaman yang ada di Taman Menteng mencapai 1000 jenis tanaman.

Dengan total budidaya tanaman penghijauan dan tanaman hias itu, Taman Menteng tak hanya bisa dijadikan sebagai sarana rekreasi tapi juga sebagai media edukasi yang efektif.***

Editor: Arief Mulyadin

Tags

Terkini

Terpopuler