PESAWARAN INSIDE – Mengapa Ganjar Pranowo tak hanya kalah dalam Pilpres 2024, tapi nomor buncit, terpuruk hingga 16-17 persen saja? Bukankah di bulan Maret 2023, Ganjar paling top, paling tinggi tingkat elektabilitasnya, melampaui Prabowo Subianto?
Pertanyaan itu mengawali uraian konsultan politik dan pendiri LSI Denny JA yang dirilis Minggu 3 Maret 2024 siang. Berikut uraiannya.
Ganjar Pranowo berbeda lagi kasusnya. Ia kalah karena melakukan satu blunder yang fatal sekali. Ganjar mengubah arah permainan di tengah pertarungan. Ibaratnya, ia mengganti kuda di tengah lomba pacuan.
Kisah Ganjar ini bisa dikatakan adalah kisah tragedi politik elektoral di pilpres 2024. Mengapa? Ganjar di awal di bulan Maret, April, Mei 2023 adalah Front Runner, calon yang paling mungkin menang di pilpres 2024.
Dalam survei LSI Denny JA di bulan Maret- Juni 2023, Ganjar dan Prabowo hanya saling mengalahkan saja. Tiba- tiba Ganjar di bulan November 2023, terutama setelah Mahkamah Konstitusi membolehkan Gibran untuk menjadi wakil presiden, Ganjar menyerang Jokowi.
Tak hanya Ganjar, kubu Ganjar juga menyerang Jokowi. Bahkan Megawati sendiri mengatakan: “Orde Baru Lahir Kembali!”
Itulah blunder besar yang terjadi dan direkam oleh aneka lembaga survei. Elektabilitas Ganjar yang tadinya tinggi sekali: 35%, terus berosot ke angka 27%, 25%, 21%, akhirnya di Febuari 2024, Ia hanya dapat 16%-17% saja.
Kekalahan Ganjar karena blunder yang terjadi di tengah permainan. Sedangkan kekalahan Anies karena disain strategi politiknya memang mustahil bisa menang. Mengapa Prabowo yang menang? Pada Prabowo, ia “riding the wave,” mengasosiasikan diri dengan Jokowi.
Pusatnya ada di Jokowi yang kala pilpres 2024 sangalah populer, dengan tingkat kepuasan publik sekitar 75%- 80%.